Petani Desa Rias Kecewa, DPRD Basel Dinilai Mandul Urus Konflik Ekspansi Lahan Sawit di Hulu Bendungan Mentukul

WARTABANGKA.ID, TOBOALI – Petani Desa Rias, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan (Basel) menyuarakan kekecewaan terhadap DPRD Basel yang dinilai kurang serius dalam menyikapi konflik lahan pertanian terkait ekspansi perkebunan sawit di hulu Bendungan Mentukul.

Hal itu disampaikan salah satu perwakilan petani Desa Rias, Basri dalam kegiatan reses 2 anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung dapil Basel dari Fraksi Golkar, Rina Tarol dan Fraksi PKS, Musani (Bujui) di Dusun SPC Desa Rias, Toboali, Minggu (18/5).

Basri mengungkapkan, bahwa lahan pertanian mereka di wilayah Rias saat ini jelas terancam akibat perluasan kebun sawit di hulu bendungan Mentukul. Namun hingga kini, belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang.

“Kami sudah menyampaikan hal ini lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Bangka Selatan. Tapi dari kabupaten tidak ada kejelasan. Ibaratnya mandul belum ada keputusan,” katanya.

Akibat ekspansi perkebunan sawit di hulu yang selama ini jadi sumber air untuk lahan ketahanan pangan, dirinya bersama petani Rias lainnya mengancam akan membawa persoalan ini ke gubernur jika tak ada penyelesaian.

“Pemerintah pusat maupun dari BPN, DPRD kabupaten maupun dari pak gubernur tolong dibantu masyarakat di Desa Rias supaya perkebunan sawit itu jangan sampai merambah. Kami minta batas lahan ini diperjelas, jangan sampai sawit terus masuk ke wilayah pertanian kami,” ujarnya.

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung, Rina Tarol menyoroti dampak pembukaan lahan sawit di hulu Bendungan Mentukul sangat-sangat berpotensi menyebabkan kekeringan saat musim kemarau.

“Itu kawasan lindung khusus, seharusnya tidak boleh dibuka untuk sawit. Tapi faktanya, lahan dibuka tanpa izin. Pemkab seharusnya bertindak, jangan dibiarkan,” kata Rina.

Tak hanya itu, Rina juga menilai, pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di kawasan hulu yang merupakan sumber air bagi lahan pertanian warga sangat jelas melanggar aturan, kondisi itu bisa terlihat langsung di lapangan tanpa perlu pemeriksaan khusus.

“Lewat saja sudah kelihatan, lahan dibuka secara barbar,” tegas Rina.

Ia mengatakan, meskipun lahan di hulu itu berstatus APL (Areal Penggunaan Lain), namun telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan khusus yang hanya diperbolehkan untuk tanaman pangan, bukan sawit.

“Informasi dari Bangka Selatan menyebutkan, perusahaan tidak pernah memiliki izin. Kami harap aparat penegak hukum masih punya hati untuk membantu masyarakat menyelamatkan sumber air baku mereka,” katanya.

Rina juga menyoroti sikap Pemkab Bangka Selatan yang dinilainya melakukan pembiaran. Padahal menurutnya, jika memang tidak ada izin, seharusnya pemerintah daerah segera mengambil tindakan.

“Harusnya jika mereka melihat tidak ada izin segera laporkan kan mereka punya sikap kok, mereka punya petugas ASN untuk penegakan Perda,” pungkasnya. (Ang)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *