WARTABANGKA.ID, KOBA – Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah (Pemkab Bateng) sudah bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi, agar dapat meningkatkan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui tugas belajar (tubel).
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Daerah (BKPSDMD) Bateng, Risaldi Adhari mengatakan ada tubel yang dibiayai oleh pemerintah atau disebut dengan tubel beasiswa. Tubel beasiswa tersebut di antaranya ada yang bersumber dari dana kementerian dan APBD.
” Dari program tubel beasiswa dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2024 sudah menyekolahkan 182 ASN ke perguruan tinggi yang didominasi oleh tenaga medis,” kata Risaldi, Jumat (4/10).
Tercatat, dari 182 ASN yang mendapatkan tubel beasiswa di antaranya 84 orang tenaga medis seperti bidan, apoteker, perawat dan dokter yang melanjutkan sekolah ke tingkat spesialis.
“Sementara sisanya yakni 68 orang yang mendapatkan tubel beasiswa merupakan ASN di luar tenaga medis atau umum,” ucap Risaldi.
Sehingga saat ini, satu-satunya ASN dokter spesialis yang belum dimiliki oleh Kabupaten Bateng adalah spesialis penyakit jantung.
“Paling banyak tenaga medis, secara keseluruhan seperti dokter spesialis, bidan, anastesi dan segala macamnya,” jelasnya.
Risaldi menyampaikan, alasan tubel beasiswa paling banyak diberikan kepada tenaga medis, karena ingin fokus di bidang kesehatan dan agar masyarakat tidak perlu jauh-jauh jika ingin berobat.
“Meskipun demikian, semua ASN mempunyai kesempatan yang sama dalam rangka mendapatkan tubel beasiswa,”ujarnya.
Dia berharap dengan diberikan tubel beasiswa terhadap ASN dapat meningkatkan SDM menjadi lebih memumpuni dan tidak kalah dengan yang ada di kota-kota besar.
“Kedua soal pelayanan, kami berharap seperti dokter dan tenaga medis jangan nantinya sudah dibeasiswakan tiba-tiba mereka pelayanannya kurang,” tuturnya.
BKPSDM Bateng telah menemukan beberapa kasus PNS yang pada saat belum mendapatkan tubel beasiswa kinerjanya masih bagus, tapi setelah selesai sekolah justru pelayanannya berkurang.
“Karena statusnya sudah meningkat jadi dokter spesialis dan banyak rumah sakit yang mau, akhirnya di tempat intinya ditinggalkan, dia praktek di luar, ini kurang bagus mentalnya,” terangnya.
Sehingga, Risaldi memohon permasalahan-permasalahan tersebut menjadi perhatian dan semoga di masa yang akan datang tidak lagi terjadi karena sudah disampaikan.
Padahal, yang paling banyak menyedot anggaran adalah tenaga medis dengan perbandingan biaya sekolah satu dokter spesialis bisa menyekolahkan 3 ASN umum untuk jenjang S2.
“Jadi kebayang kan kalau hasilnya tidak ada feed back untuk kita (Pemkab Bateng-red), kita kan berharap untuk (pelayanan) masyarakat dapat meningkat,” ungkapnya.
Sehingga di samping peningkatan pelayanan maka klasifikasi rumah sakit dapat meningkat dan jika pengelolaannya benar akan berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah. (**)