WARTABANGKA.ID, KOBA – Ratusan karyawan dari CV Mutiara Alam Lestari (MAL) dan CV Mutiara Hijau Lestari (MHL) yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Bangka Tengah (Bateng), pada Jumat (31/5).
Ratusan karyawan menyampaikan sejumlah tuntutan. Di antaranya kepastian kapan pabrik sawit kembali buka. Dan jika pun benar-benar di-PHK para pekerja meminta kepastian pesangon dan hak-hak lainnya.
“Kita susah Pak Bupati melangsungkan hidup, tolong kasih titik terang ke kami, solusinya apa, apalagi untuk cari pekerjaan sekarang susah dan kami masih setia menunggu pabrik buka,” ucap Heri di hadapan Bupati Bateng, Algafry Rahman yang menemui massa.
“Mohon kasih titik terang, berapa lama kami harus menunggu, misalkan 3 bulan, kami bisa menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga kami selama 3 bulan itu, tetapi kalau lebih 3 bulan, sama saja bohong, kita RDP hari ini,” tambahnya.
Ia mengaku, pihaknya hingga saat ini hanya terus menunggu dan menunggu, tanpa adanya kepastian.
“Kami datang ke sini saja takut, karena tidak ada lagi uang biaya bensin, itu pun nebeng dengan teman, jadi mohon solusi dari orang nomor 1 di Bangka Tengah untuk bisa kembali menjamin kami bekerja,” ungkapnya.
Senada, salah satu pekerja perempuan terdampak PHK, Inem mengaku pusing, karena tidak lagi bisa bekerja, padahal biaya sekolah anak harus terus dibayar.
“Sekarang ini anak saya 4, mau sekolah, sudah masuk ajaran baru, malah di-PHK, saya mau kerja lagi, buka lagi CV MAl, tolong bantu kami,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Bateng, Algafry Rahman mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang tetap tertib dalam menyampaikan aspirasinya.
“Kita berharap perusahaan ini bisa berjalan kembali, tentu saya akan kembali berdiskusi dengan gubernur, sesudah ini saya hubungi, kalau bisa Senin kita ketemu guna mencari solusi terbaik,” ungkapnya.
“Saya juga berupaya, tidak tinggal diam, cuma tidak saya ekspos, sudah saya temui owner perwakilannya dan menghubungi kuasa hukumnya, kurang lebih Rp12 miliar dalam satu minggu untuk biaya operasional perusahaan ini,” sambungnya.
Menurut Algafry, jikapun ada PHK, maka mekanisme setelah PHK ini harus dibicarakan antara perusahaan dengan pekerja dan pemerintah.
“Kita juga belum menerima surat PHK secara resmi, kalau secara lisan memang ada tembusan ke saya, bahwa ada rencana PHK, tapi yang namanya PHK bukan seperti itu, prosesnya banyak, mulai dari surat masuk, kesepakatan dengan pegawai dan pemerintah,” tutupnya.
Sebelumnya, terdapat 4 perusahaan sawit yang melakukan PHK terhadap 600 lebih pekerja, yakni PT MAS, PT BPB, PT MHL, dan CV MAL.
Perusahaan sawit itu terpaksa melakukan PHK terhadap para pekerja/karyawan tertanggal 17 Mei 2024 lalu, dikarenakan rekening perusahaannya diblokir oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI), sehingga membuat terganggunya operasional pabrik. (**)