Ratusan PIP Garap Laut Rajik, Kades Sebut Tidak Kantongi Izin

Aktivitas Ponton Isap Produksi (PIP) di Laut Rajik. Foto: Angga F

WARTABANGKA.ID, SIMPANG RIMBA – Ratusan unit Ponton Isap Produksi (PIP) yang diduga tidak mengantongi surat izin menambang atau ilegal bebas menggarap perairan laut Desa Rajik, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan (Basel).

Pantauan langsung wartawan di lokasi tepatnya di pantai tersebut pada Rabu (10/1) sore, terdapat dua titik atau kelompok PIP yang sedang beraktivitas atau beroperasi dengan asap membumbung ke atas.

Bahkan, terlihat dua PIP yang baru dirakit atau dibuat diduga akan merapat ke posisi ratusan ponton di tengah Laut Rajik guna menambang biji timah di lokasi itu.

Terkait adanya aktivitas ratusan Ponton Isap Produksi (PIP) di perairan laut Desa Rajik dibenarkan oleh Kepala Desa (Kades) Rajik, Ruslan.

Diakuinya aktivitas penambangan biji timah di laut tersebut juga tidak mengantongi surat izin resmi ataupun Surat Perintah Kerja (SPK) di Wilayah Izin Usaha Penambangan (WIUP) PT Timah Tbk.

“Sudah dari dulu bekerja, memang tidak memiliki izin karena yang menambang di laut orang pribumi semua,” kata Ruslan kepada awak media saat dikonfirmasi, pada Rabu (10/1).

Kendati demikian, lanjut dia, beberapa waktu lalu sudah dilakukan verifikasi ponton yang kemungkinan kedepan akan berjalan, tapi untuk saat ini belum ada kabar atau kepastian tepatnya hari apa aktivitas tersebut bejalan secara resmi.

“Kalau dikasih tahu sudah ada dari pihak CV karena katanya sudah diverifikasi PT Timah Tbk. Tapi kalau untuk sosialisasi belum ada soalnya saya juga belum dapat kabar, sudah dilakukannya sosialisasi atau belumnya. Untuk kuota ponton pada CV yang kan bekerja ada 30 PIP,” ujarnya.

Meski sudah lama beroperasi, dirinya tidak tahu siapa koordinator dari aktivitas tersebut, tetapi selama ini untuk kontribusi mereka langsung bagikan kepada warga yang sakit ataupun kebutuhan desa.

“Sepengetahuan saya tidak ada kodinator, sehingga kita tidak tahu berapa penghasilan dari penambang perharinya. Kalau diawal kegiatan memang pihak desa sempat menerima kovensasi dari penambang tetapi semanjak diperiksa kita tidak berani lagi padahal, kovensasi tersebut untuk kegiatan sosial,” katanya.

Ia menjelaskan, kemarin juga sempat ada ketersingungan APH terkait dengan aktivitas penambangan di laut Rajik ini. Tetapi sudah diverifikasi karena APH yang pernah di berita di media online waktu itu, tidak pernah menerima kovensasi dari para penambang yang ada di laut itu.

“Kemarin ada ketersingungan APH karena memang ada orang yang membawa wartawan menyebutkan ada bekingan APH, dengan cukong-cukong itu. Tapi sudah diverifikasi ke rumah-rumah penambang menanyakan langsung dengan warga karena mereka (APH-red) tidak pernah dapat jatah dari hasil PIP. Makanya mereka tersinggung ketika disebut ada jatah, oleh sebab itu mereka door to door ke rumah pemilik PIP, jadi APH tidak sama sekali pernah mendapatkan jatah atau kompensasi dari hasil PIP Desa Rajik ini,” jelasnya.

Sedangkan, kata dia, untuk kolektor pembeli biji timah di Laut Rajik yang dominan adalah orang sekitar dan ada yang dari luar desa tersebut.

“Wajar-wajar kalau penambang jual hasil biji timahnya kepada kolektor yang ada di desa maupun diluarnya karena mereka bikin ponton PIP mereka berhutang terlebih dahulu kepasa bos-bos pembeli biji timah, jadi mau gimana lagi,” pungkasnya. (Ang)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *