WARTABANGKA.ID, PANGKALANBARU – Kegiatan konsolidasi untuk mendukung pasangan calon presiden (Capres) Prabowo pada Pilpres 2024 bertempat di GOR Sahabudin, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah diduga melanggar aturan pemilu.
“Kami memantau langsung ke lapangan bersama tim, kami menemukan adanya potensi dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh pihak peserta pemilu,” kata Ketua Bawaslu Babel, EM Osykar kepada sejumlah wartawan, Kamis (11/1).
Dia menyampaikan memang sebelumnya Partai Gerindra sudah melayangkan surat ke Bawaslu Babel bahwa akan mengadakan kegiatan yang bersifat konsolidasi bukan dalam bentuk kampanye.
“Namun saat kita pantau ke lapangan, kegiatan tersebut tidak seperti yang diharapkan karena terdapat beberapa pelanggaran seperti banyaknya alat peraga kampanye atau APK, ada anak-anak kecil dalam area kegiatan, serta pemasangan atribut partai,” ungkapnya.
Lebih lanjut Osykar menjelaskan kegiatan konsolidasi ini disinyalir melanggar aturan yang sudah ditetapkan sesuai undang-undang yang diterbitkan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI), terkait aturan kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Dari kegiatan konsolidasi Tim Kampanye Daerah ersama relawan Prabowo-Gibran itu dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat, mulai dari kelompok ibu-ibu, anak-anak hingga kaum milenial,” tuturnya.
Osykar menyampaikan ahwa kegiatan tersebut juga menggunakan fasilitas negara sehingga pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut karena sebelumnya sudah menyampaikan perihal itu ke panitia pelaksana kegiatan dalam upaya pencegahan terlebih dahulu.
“Ini acara partai menggunakan fasilitas negara, jadi sudah kami imbau juga sebelumnya. Tindaklanjutnya kami akan memanggil pihak partai, apakah ini nanti masuk delik administrasi atau pidana,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Penanggungjawab Kegiatan, Dimas Rinaldi mengatakan pihaknya sudah menginformasikan kepada peserta kegiatan baik atribut partai atau pun APK.
“Bukan kami ingin membela panitia, di videotron tidak ada embel-embel terkait ajakan atau nomor urut Calon Presiden Nomor Urut 2, Jadi kami sudah mencegah, tapi ternyata dari ekstrenal panitia tetap tidak mengikuti apa yang kami informasikan. Dinamika seperti ini memang bisa terjadi ketika di lapangan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) sepanjang frasa “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menyatakan Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “mengecualikan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan. sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”, sehingga Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi, “menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”. (**)